Selasa, 28 September 2010

BUDAYA PERKULIAHAN

Kenyataan Proses Perkuliahan di Perguruan Tinggi: Temuan Penelitian
Menurut Dimyati (2001), pembelajaran mahasiswa di indonesia kurang menonjolkan kemampuan 3m (membaca, menulis, memikir), o (observasi), dan 5e (ekspresi estetis, etis, epistemis, teknologis, teologis). Pengamatan Semiawan (1999) menyatakan bahwa telah terjadi formalisasi proses pembelajaran di perguruan tinggi. Dosen menjadi aktor utama di kelasnya yang memiliki fungsi terutama menyajikan, menjelaskan, menganalisis dan mempertanggungjawabkan “body of material” kuliah. Mahasiswa mengikuti secara pasif dan mehafalkan bahan kuliah untuk direproduksi saat ujian.
Iklim perkuliahan di kampus yang bersifat kaku-hirarkis hasil peneltian ini memperkuat pendapat di atas. Dalam iklim tersebut terdapat dua jenis emosi dan perilakunya mahasiswa. Pertama, mahasiswa yang tidak mampu menyesuaikan diri dengan iklim perkuliahan sehingga mengembangkan emosi negatif (bosan, tertekan, jengkel, marah) dan perilaku menghindar dari tugas-tugas kuliah (off-task behavior). Selanjutnya, mahasiswa mengembangkan kepribadian (ke”aku”an) yang justru sebagai “bukan mahasiswa”, walaupun sehari-hari mereka pergi ke kampus, di sisi lain “aku mahasiswa” justru terus mungkret (mengecil, bahkan hampir mati) sehingga tidak lagi menggerakan perilaku belajar yang semestinya dilakukan warga perguruan tinggi.
Kedua, adalah mahasiswa yang mampu “menyesuaikan” diri dengan iklim tersebut dengan orientasi hanya lulus kuliah. Menurut konsep suryomentaram, mahasiswa jenis kedua ini telah mampu membaca situasi dan rasa si dosen, dan berperilaku yang trep dengan situasi tersebut sampai mereka memperoleh prestasi akademik yang tinggi. Namun, jika dikaitkan dengan tuntutan pendidikan tinggi yang lebih luas daripada kuliah, maka akan muncul persoalan baru yakni mahasiswa tidak mampu menyesuaikan diri dengan perubahan dunia. Dalam terminologi Dimyati (2001) mereka bukan sebagai ilmuwan indonesia yang seharusnya berperan memecahkan masalah bangsa (termasuk ketenagakerjaan), melainkan lebih sebagai pemegang ijasah yang berebut mencari kerja.
Dengan demikian, dilihat dari produk lulusan baik mahasiswa jenis pertama maupun kedua, iklim perkuliahan tersebut mengakibatkan kemampuan berpikir mahasiswa kurang terangsang, tidak komunikatif dan tidak memiliki keterampilan menyatakan gagasan atas dasar pikiran sendiri. Dalam jangka panjang, pembelajaran demikian justru merugikan perkembangan kepribadian mahasiswa menjadi tidak mandiri, tidak percaya diri, tidak mampu berkomunikasi dan tidak mampu memecahkan masalah hidup yang penuh perubahan.


Mahasiswa berprestasi belajar rendah bukan karena memiliki potensi intelektual yang rendah, tetapi karena lebih banyak dikuasai dan digerakkan oleh emosi negatif berkaitan dengan perkuliahan sehingga perilakunya cenderung menjauh dari tugas-tugas kuliah dan justru mengembangkan kegiatan-kegiatan yang kurang berkaitan dengan kuliah. Mereka juga kurang mampu memahami diri sendiri (ora nyawang karep) sehingga tidak mampu pula memahami posisi, hak dan kewajiban dirinya dan dosen-dosennya. Mereka mengembangkan (mulur) pola kepribadian kramadangsa yang cenderung di luar bahkan berseberangan dengan kramadangsa yang dituntut oleh kuliah. Mereka memiliki pola kramadangsa pada tingkat iii yang masih bersifat membela diri dan merasa benar sendiri sehingga tidak mampu memandang situasi dari sisi kramadangsa orang lain (dosen).
Emosi mahasiswa sangat berpengaruh pada prestasi belajar. Untuk itu perlu dikembangkan teori belajar mengajar yang berdasar atas pola-pola emosi manusia bukan hanya kemampuan intelektual. Dosen perlu memahami sisi kramadangsa mahasiswa agar dapat menyajikan program dan proses perkuliahan yang mampu menimbulkan rasa marem dan kebanggaan pada mahasiswa sehingga meningkatkan keterlibatan perkuliahan dan prestasi belajar mahasiswa. Perlu dikembangkan perkuliahan yang mampu mendorong mahasiswa untuk berpikir dan kelas yang memiliki budaya berpikir di samping berorientasi penguasaan bahan.

pendapat saya : anak jaman sekarang tidak memikirkan pola pikir yang maju , kebanyakan kuliah itu cuma untuk bermain ,padahal kuliah itu faktor untuk menentukan kemana arah kita nantinya .ya saya harap sih anak kuliah sekarang lebih memikirkan untuk masa depannya .

pengalaman masuk univ. GUNADARMA

pertama.tama gua masuk kampus gundar gua di ospek gua di BOTAKIN baru pertama kali di botakin .aarrrrrrhhhh ...,gua kira senior galak2 ,gua disuruh jalan jongkok puasa.puasa sampe mau batal gua ...ahahahaha,ternyata asik juga sih .
ada yang cantik.cantik juga ..hahahahahah
dan terus tgl 20 september pertama masuk mata kuliah, pertama sih temen.temen pada jaim(jaga image) temen cowok2 gua tapi ternyata rock n roll juga ..ahaha
kalo ceweknya sih blm semua asik baru beberapa ....
dosen2nya juga asik.asik juga ....
ya begitulah kira.kira pengalaman masuk gunadarma .