Etika Bisnis dalam Praktek Bisnis di Indonesia
Pelanggaran
etika bisa terjadi di mana saja, termasuk dalam dunia bisnis. Untuk mendapatkan
keuntungan yang sebesar-besarnya banyak perusahaan yang menghalalkan segala
cara. Praktek curang ini bukan saja merugikan masyarakat, tapi perusahaan itu
sendiri sebenarnya.
Perilaku
etis dalam kegiatan berbisnis adalah sesuatu yang penting demi kelangsungan
hidup bisnis itu sendiri. Bisnis yang tidak etis akan merugikan bisnis itu
sendiri terutama jika dilihat dari perspektif jangka panjang. Bisnis yang baik
bukan saja bisnis yang menguntungkan, tetapi bisnis yang baik adalah selain
bisnis tersebut menguntungkan juga bisnis yang baik secara moral.
Banyak
hal yang berhubungan dengan pelanggaran etika bisnis yang sering dilakukan oleh
para pebisnis yang tidak bertanggung jawab di Indonesia. Praktek bisnis yang
terjadi selama ini dinilai masih cenderung mengabaikan etika, rasa keadilan dan
kerapkali diwarnai praktek-praktek tidak terpuji atau moral hazard.
Pelanggaran
etika yang sering dilakukan oleh pihak swasta, menurut ketua Taufiequrachman
Ruki (Ketua KPK Periode 2003-2007), adalah penyuapan dan pemerasan.
Berdasarkan data Bank Dunia, setiap tahun di seluruh dunia sebanyak US$ 1 triliun
(sekitar Rp 9.000 triliun) dihabiskan untuk suap. Dana itu diyakini telah
meningkatkan biaya operasional perusahaan. (Koran Tempo -
05/08/2006)
Di
bidang keuangan, banyak perusahaan-perusahaan yang melakukan pelanggaran etika.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Erni Rusyani, terungkap bahwa
hampir 61.9% dari 21 perusahaan makanan dan minuman yang terdaftar di BEJ tidak
lengkap dalam menyampaikan laporan keuangannya (not available).
Pelanggaran
etika perusahaan terhadap pelanggannya di Indonesia merupakan fenomena yang
sudah sering terjadi. Contohnya adalah kasus pelezat masakan merek ”A”.
Kehalalan “A” dipersoalkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada akhir Desember
2000 setelah ditemukan bahwa pengembangan bakteri untuk proses fermentasi tetes
tebu (molase), mengandung bactosoytone (nutrisi untuk pertumbuhan
bakteri), yang merupakan hasil hidrolisa enzim kedelai terhadap
biokatalisator porcine yang berasal dari pankreas babi.
Kasus
lainnya, adalah produk minuman berenergi yang sebagian produknya diduga
mengandung nikotin lebih dari batas yang diizinkan oleh Badan Pengawas Obat dan
Minuman. Kita juga masih ingat, obat anti-nyamuk “H” yang dilarang beredar
karena mengandung bahan berbahaya.
Pada
kasus lain, suatu perusahaan di kawasan di Kalimantan melakukan sayembara untuk
memburu hewan Pongo. Hal ini dilakukan untuk menghilangkan habitat hewan
tersebut untuk digunakan sebagai lahan perkebunan sawit. Hal ini merupakan
masalah bagi pemerintah dan dunia usaha, dimana suatu usaha dituntut untuk
tetap melestarikan alam berdampingan dengan kegiatan usahanya.
Selain
itu, pelanggaran juga dilakukan oleh suatu perusahaan di kawasan Jawa Barat.
Perusahaan tersebut membuang limbah kawat dengan cara membakar kawat tersebut
tersebut. Hal ini menyebabkan asap hitam pekat yang membuat orang mengalami
sesak napas dan pusing saat menghirupnya. Perusahaan tersebut disinyalir tidak
melakukan penyaringan udara saat pembakaran berlangsung. Hal ini dapat
mempengaruhi kesehatan masyarakat sekitar yang berdekatan dengan lokasi pabrik
tersebut.
Contoh
kasus
1. sebuah perusahaan yang merupakan suplier resmi dari Petronas
melakukan kecurangan bisnis dengan mengoplos solar menjadi minyak tanah dan
menjualnya kepada masyaraka. Hal ini tentu menjelekkan nama baik Petronas. Selain
itu hal ini juga menyebabkan konsumen Petronas tidak percaya lagi dengan
produk-produk Petronas
2. saat membeli buah-buahan. Buah yang sudah dipilih, saat
membungkus buah pilihan tersebut pedagang menukarnya dengan buah-buahan yang
tidak baik kualitasnya tanpa sepengetahuan pembeli. Atau kasus mengurangi
timbangan. Alat timbangan dipasangi benda yang dapat memberatkan timbangan. Hal
ini menyebabkan hasil timbangan akan berkurang.
3. tindakan pengoplosan bahan baku dalam pembuatan
makanan kecil atau makanan ringan. Juga tindakan pemberian zat-zat berbahaya
pada makanan kecil yang dijual. Banyak tindakan menyimpang yang dilakukan oleh
pebisnis, baik kecil maupun besar, untuk mendapatkan keuntungan yang berlipat
ganda tanpa memikirkan efek negatif yang akan terjadi. Hal ini pada akhirnya
hanya akan memyebabkan kerugian pada konsumen, juga pada perusahaan itu
sendiri. Kepercayaan yang diberikan konsumen kepada perusahaan tersebut akan
hilang, dan hanya akan membuat perusahaan tersebut kehilangan konsumennya
Kejujuran
adalah asset penting bagi suatu perusahaan untuk melangsungkan kegiatan
berbisnis.Walaupun berbagai kasus tersebut banyak terjadi di Indonesia, namun
tidak semua perusahaan atau pebisnis di Indonesia melakukan pelanggaran etika
dalam kegiatan berbisnis yang dijalankannnya. Masih banyak pebisnis yang
menerapkan etika bisnis dalam kegiatan berbisnis yang dijalankannya. Dalam hal
ini, perusahaan tidak berpikir pada keuntungan jangka pendek. Tidak perlu
melakukan kecurangan pada praktek berbisnis akan memberikan keuntungan jangka
panjang. Hal ini sebenarnya lebih penting bagi para pebisnis daripada
keuntungan yang banyak dalam sekali waktu, dan pada waktu selanjutnya kegiatan
berbisnis harus dihentikan karena berbagai pihak yang terlibat dalam kegiatan
bisnisnya tidak mempercayai lagi.
B. Bentuk pelanggaran etika bisnis dalam kegiatan berbisnis di
Indonesia
Mempraktekkan
bisnis dengan etiket berarti mempraktekkan tata cara bisnis yang sopan dan
santun sehingga kehidupan bisnis menyenangkan karena saling
menghormati. Etiket berbisnis diterapkan pada sikap kehidupan berkantor,
sikap menghadapi rekan-rekan bisnis, dan sikap di mana kita tergabung dalam
organisasi. Itu berupa senyum — sebagai apresiasi yang tulus dan terima kasih,
tidak menyalahgunakan kedudukan dan kekayaan, tidak lekas tersinggung, kontrol
diri, toleran, dan tidak memotong pembicaraan orang lain.
Dengan
kata lain, etiket bisnis itu memelihara suasana yang menyenangkan, menimbulkan
rasa saling menghargai, meningkatkan efisiensi kerja, dan meningkatkan citra
pribadi dan perusahaan. Berbisnis dengan etika bisnis adalah menerapkan
aturan-aturan umum mengenai etika pada perilaku bisnis. Etika bisnis menyangkut
moral, kontak sosial, hak-hak dan kewajiban, prinsip-prinsip dan aturan-aturan.
Jika
aturan secara umum mengenai etika mengatakan bahwa berlaku tidak jujur adalah
tidak bermoral dan beretika, maka setiap insan bisnis yang tidak berlaku jujur
dengan pegawainya, pelanggan, kreditur, pemegang usaha maupun pesaing dan masyarakat,
maka ia dikatakan tidak etis dan tidak bermoral
Berikut
adalah bentuk-bentuk pelanggaran etika bisnis dan contoh pelanggaran etika
dalam kegiatan bisnis di Indonesia :
a) Pelanggaran etika bisnis terhadap hukum
Contoh
pelanggaran tersebut seperti sebuah perusahaan X karena kondisi perusahaan yang
pailit akhirnya memutuskan untuk melakukan PHK kepada karyawannya. Namun dalam
melakukan PHK itu, perusahaan sama sekali tidak memberikan pesangon sebagaimana
yang diatur dalam UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan. Dalam kasus ini
perusahaan X dapat dikatakan melanggar prinsip kepatuhan terhadap hukum
b) Pelanggaran etika bisnis terhadap transparansi
Sebuah
Yayasan X menyelenggarakan pendidikan setingkat SMA. Pada tahun ajaran
baru sekolah mengenakan biaya sebesar Rp 500.000,- kepada setiap siswa baru.
Pungutan sekolah ini sama sekali tidak diinformasikan kepada mereka saat akan
mendaftar, sehingga setelah diterima mau tidak mau mereka harus membayar.
Disamping itu tidak ada informasi maupun penjelasan resmi tentang penggunaan
uang itu kepada wali murid. Setelah didesak oleh banyak pihak, yayasan baru
memberikan informasi bahwa uang itu dipergunakan untuk pembelian seragam guru.
Dalam kasus ini, pihak yayasan dan sekolah dapat dikategorikan melanggar
prinsip transparansi
c) Pelanggaran etika bisnis terhadap akuntabilitas
Sebuah
RS Swasta melalui pihak Pengurus mengumumkan kepada seluruh karyawan yang akan
mendaftar PNS secara otomotis dinyatakan mengundurkan diri. A sebagai salah
seorang karyawan di RS Swasta itu mengabaikan pengumuman dari pihak pengurus
karena menurut pendapatnya ia diangkat oleh Pengelola, dalam hal ini direktur,
sehingga segala hak dan kewajiban dia berhubungan dengan Pengelola bukan
Pengurus. Pihak Pengelola sendiri tidak memberikan surat edaran resmi mengenai
kebijakan tersebut. Karena sikapnya itu, A akhirnya dinyatakan mengundurkan
diri. Dari kasus ini RS Swasta itu dapat dikatakan melanggar prinsip
akuntabilitas karena tidak ada kejelasan fungsi, pelaksanaan dan
pertanggungjawaban antara Pengelola dan Pengurus Rumah Sakit
d) Pelanggaran
etika bisnis terhadap prinsip pertanggungjawaban
Sebuah
perusahaan PJTKI di Yogyakarta melakukan rekrutmen untuk tenaga baby sitter.
Dalam pengumuman dan perjanjian dinyatakan bahwa perusahaan berjanji akan
mengirimkan calon TKI setelah 2 bulan mengikuti training dijanjikan akan
dikirim ke negara-negara tujuan. Bahkan perusahaan tersebut menjanjikan bahwa
segala biaya yang dikeluarkan pelamar akan dikembalikan jika mereka tidak jadi
berangkat ke negara tujuan. B yang tertarik dengan tawaran tersebut langsung
mendaftar dan mengeluarkan biaya sebanyak Rp 7 juta untuk ongkos administrasi
dan pengurusan visa dan paspor. Namun setelah 2 bulan training, B tak kunjung
diberangkatkan, bahkan hingga satu tahun tidak ada kejelasan. Ketika
dikonfirmasi, perusahaan PJTKI itu selalu berkilah ada penundaan, begitu
seterusnya. Dari kasus ini dapat disimpulkan bahwa Perusahaan PJTKI tersebut
telah melanggar prinsip pertanggungjawaban dengan mengabaikan hak-hak B sebagai
calon TKI yang seharusnya diberangkatkan ke negara lain tujuan untuk bekerja
e) Pelanggaran etika bisnis terhadap prinsip kewajaran
Sebuah
perusahaan properti ternama di Yogjakarta tidak memberikan surat ijin membangun
rumah dari developer kepada dua orang konsumennya di kawasan kavling
perumahan milik perusahaan tersebut. Konsumen pertama sudah memenuhi
kewajibannya membayar harga tanah sesuai kesepakatan dan biaya administrasi
lainnya. Sementara konsumen kedua masih mempunyai kewajiban membayar kelebihan
tanah, karena setiap kali akan membayar pihak developer selalu menolak
dengan alasan belum ada ijin dari pusat perusahaan (pusatnya di Jakarta). Yang
aneh adalah di kawasan kavling itu hanya dua orang ini yang belum mengantongi
izin pembangunan rumah, sementara 30 konsumen lainnya sudah diberi izin dan
rumah mereka sudah dibangun semuannya. Alasan yang dikemukakan perusahaan itu
adalah ingin memberikan pelajaran kepada dua konsumen tadi karena dua orang ini
telah memprovokasi konsumen lainnya untuk melakukan penuntutan segera pemberian
izin pembangunan rumah. Dari kasus ini perusahaan properti tersebut telah
melanggar prinsip kewajaran (fairness) karena tidak memenuhi hak-hak stakeholder
(konsumen) dengan alasan yang tidak masuk akal
f) Pelanggaran etika bisnis terhadap prinsip kejujuran
Sebuah
perusahaan pengembang di Sleman membuat kesepakatan dengan sebuah perusahaan
kontraktor untuk membangun sebuah perumahan. Sesuai dengan kesepakatan pihak
pengembang memberikan spesifikasi bangunan kepada kontraktor. Namun dalam
pelaksanaannya, perusahaan kontraktor melakukan penurunan kualitas spesifikasi
bangunan tanpa sepengetahuan perusahaan pengembang. Selang beberapa bulan
kondisi bangunan sudah mengalami kerusakan serius. Dalam kasus ini pihak
perusahaan kontraktor dapat dikatakan telah melanggar prinsip kejujuran karena
tidak memenuhi spesifikasi bangunan yang telah disepakati bersama dengan
perusahaan pengembang
g) Pelanggaran etika bisnis terhadap prinsip empati
Seorang
nasabah X dari perusahaan pembiayaan terlambat membayar angsuran mobil sesuai
tanggal jatuh tempo karena anaknya sakit parah. X sudah memberitahukan kepada
pihak perusahaan tentang keterlambatannya membayar angsuran, namun tidak
mendapatkan respon dari perusahaan. Beberapa minggu setelah jatuh tempo pihak
perusahaan langsung mendatangi X untuk menagih angsuran dan mengancam akan
mengambil mobil yang masih diangsur itu. Pihak perusahaan menagih dengan cara
yang tidak sopan dan melakukan tekanan psikologis kepada nasabah. Dalam kasus
ini kita dapat mengkategorikan pihak perusahaan telah melakukan pelanggaran
prinsip empati pada nasabah karena sebenarnya pihak perusahaan dapat memberikan
peringatan kepada nasabah itu dengan cara yang bijak dan tepat
C. Faktor-faktor pebisnis melakukan pelanggaran etika bisnis
Pelanggaran-pelanggaran
yang dilakukan pebisnis dilatarbelakangi oleh berbagai hal. Salah satu hal
tersebut adalah untuk mencapai keuntungan yang sebanyak-banyaknya, tanpa
memikirkan dampak buruk yang terjadi selanjutnya.
Faktor
lain yang membuat pebisnis melakukan pelanggaran antara lain :
- Banyaknya kompetitor baru dengan produk mereka yang lebih menarik
- Ingin menambah pangsa pasar
- Ingin menguasai pasar.
Dari
ketiga faktor tersebut, faktor pertama adalah faktor yang memiliki pengaruh
paling kuat. Untuk mempertahankan produk perusahaan tetap menjadi yang utama,
dibuatlah iklan dengan sindiran-sindiran pada produk lain. Iklan dibuat hanya
untuk mengunggulkann produk sendiri, tanpa ada keunggulan dari produk tersebut.
Iklan hanya bertujuan untuk menjelek-jelekkan produk iklan lain.
Selain
ketiga faktor tersebut, masih banyak faktor-faktor lain yang mempengaruhi.
Gwynn Nettler dalam bukunya Lying, Cheating and Stealing memberikan
kesimpulan tentang sebab-sebab seseorang berbuat curang, yaitu :
- Orang yang sering mengalami kegagalan cenderung sering melakukan kecurangan.
- Orang yang tidak disukai atau tidak menyukai dirinya sendiri cenderung menjadi pendusta.
- Orang yang hanya menuruti kata hatinya, bingung dan tidak dapat menangguhkan keinginan memuaskan hatinya, cenderung berbuat curang.
- Orang yang memiliki hati nurani (mempunyai rasa takut, prihatin dan rasa tersiksa) akan lebih mempunyai rasa melawan terhadap godaan untuk berbuat curang.
- Orang yang cerdas (intelligent) cenderung menjadi lebih jujur dari pada orang yang dungu (ignorant).
- Orang yang berkedudukan menengah atau tinggi cenderung menjadi lebih jujur.
- Kesempatan yang mudah untuk berbuat curang atau mencuri, akan mendorong orang melakukannya.
- Masing-masing individu mempunyai kebutuhan yang berbeda dan karena itu menempati tingkat yang berbeda, sehingga mudah tergerak untuk berbohong, berlaku curang atau menjadi pencuri.
- Kehendak berbohong, main curang dan mencuri akan meningkat apabila orang mendapat tekanan yang besar untuk mencapai tujuan yang dirasakannya sangat penting.
- Perjuangan untuk menyelamatkan nyawa mendorong untuk berlaku tidak jujur
Nama : Fadjar Yudha Kusuma
Npm : 12210485
Kelas : 4EA05
www.gunadarma.ac.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar